Bobot Sapi Lintas Pulau Terus Menyusut, Dosen Politani Ciptakan Formulasi Konsentrat Berbahan Baku Lokal

23 Januari 2024, 17:58 WIB
Dosen Poltek Kupang Ciptakan Formulasi Konsentrat Berbahan Baku Lokal /Dok./

Realitasttu.com - Dosen Politeknik Pertanian Negeri Kupang, Aholiab Aoetpah, Ph.D, bersama 4 orang rekannya berhasil menciptakan terobosan baru, yaitu memproduksi pelet khusus untuk ternak sapi, terbuat dari formulasi konsentrat berbahan baku lokal yang mudah dan murah diperoleh, seperti kelor dan lamtoro.

Pakan ternak sapi berbentuk  pelet yang telah diuji coba itu, berhasil meningkatkan bobot sapi 4 kali lipat dibandingkan dengan dari sistem pengemukan sapi konvensional, yang sering dilakukan oleh para peternak di wilayah NTT. 

Aholiab mengatakan, ide membuat ransum pakan ternak sapi berbentuk pelet ini berawal dari keprihatinanya terhadap persoalan yang dihadapi peternak sapi di wilayah NTT, yang terus mengalami kerugian dengan pola pemberian pakan biasa yang berakibat pada penyusutan dari bobot sapi ketika dikirim ke luar wilayah NTT.

Baca Juga: Hadiri Ibadah Natal Bersama, Kapolda NTT: Bersihkan Keranjang Kotor di Hatimu Agar Ibadahmu tidak Sia-sia

Menurutnya, ada 2 permasalahan utama yang sering di hadapi peternak, yaitu pertumbuhan bobot badan yang jauh dari standar dan lamanya waktu pemeliharaan atau paronisasi.

“Kami berpikir untuk menciptakan formulasi ransum pakan sapi berbetuk pelet ini, berawal dari permasalahan yang kami temui dilapangan ada 2 masalah utama. Pertama, dikalangan peternak pertumbuhan ternak sapi yang dipelihara dengan pola pemiliharaan ikat dan pemberian pakan berupa dedaunan dan rumput kering itu hanya memenuhi kebutuhan 200 gram per ekor per hari jadi untuk mencapai bobot sapi 1 Kg per ekor membutuhkan waktu hinggs 5 hari," katanya. 

Sedangkan menurut Aholiab, untuk sampai pada tahapan penjualan atau pengiriman ternak sapi ke luar pulau, para peternak  harus membutuhkan waktu pengemukan atau paronisasi selama 1 tahun bahkan sampai 2 tahun. 

Baca Juga: BREAKING NEWS: Gedung SDK Oenopu Terbakar

"Padahal dari hasil riset saya apabila menggunakan ransum yang tepat dengan suplemntasi yang kaya akan energy dan protein maka pertumbuhan bobot sapi dapat mencapai 700 gram per ekor perhari. Jadi kita hanya membutuhkan waktu 4 sampai 6 bulan pengemukan sudah bisa dijual," jelasnya.

Persoalan kedua lanjutnya, selama proses pengiriman sapi menggunakan transportasi laut dari Pelabuhan Tenau ke Pulau Jawa, Sumatera ataupun ke Kalimantan ada laporan resmi penelitian bahwa penyusutan bobot badan selama transportasi laut mencapai 10-20 persen per ekor sapi. 

"Kalo kami hitung paling dibawah saja rata-rata 1 ekor bobot 200kg dia susut 10 persen saja berarti 1 ekor sapi kehilangan bobot 20 Kg dikalikan dengan harga per kg hidup paling rendah 35 ribu rupiah, maka selama transportasi 1 ekor sapi peternak harus kehilangan uang setara 700 ribu rupiah. Sedangkan pasokan jumlah sapi hidup dari NTT per tahun 64 sampai 70 ribu ekor jika dikalkulasi 700 ribu dikalikan dengan 64 ribu rupiah sekitar 48 miliar Rupiah. Artinya dalam satu tahun kerugian finansial yang dialami oleh peternak sapi antar pulau sekitar 48 miliar rupiah," kata Aholiab.

Baca Juga: PT Forisa Nusapersada Buka Lowongan Kerja, Ini Persyaratan dan Kualifikasi yang Dibutuhkan

Lebih lanjut Ia menjelaskan bahwa persoalan yang ditemui di lapangan salah satu penyebab berkurangnya bobot sapi karena pola pemberian pakan sapi yang tidak memenuhi standar kebutuhan protein dan energy.

“Ketika kami amati diatas kapal itu memang pasokan pakan ternak sapi yang disediakan hanyalah jerami padi kering dan jerami jagung. Sedangkan Standar kebutuhan pelet untuk sapi kadar proteinnya berkisar 10-14 persen kalo dibandingkan dengan rumput kering hanya 3 persen  dan untuk kebutuhan energy 8-11 MJ sedangan rumput hanya tersedia kebutuhan energy 4-6 MJ itu sangat rendah. 

Jadi jenis pakanya sudah kwalitas rendah karena mengandung serat kasar yang tinggi dan juga daya konsumsi sapi yang rendah dengan transportasi sapi dalam kondisi stress sehingga kehilangan bonbot badan. Kondisi inilah yang membuat kami tergerak untuk membuat suatu terobosan dengan menciptakan teknologi formulasi pakan dengan menggunakan pelet," tambahnya.

Baca Juga: PWI NTT Kecam Keras Aksi Teror Terhadap Wartawan di Belu

Pembuatan formulasi pakan ternak sapi berbentuk pelet ini merupakan Program Matching Fund dari Ditjen Pendidikan Vokasi bekerjasama antara mitra dari Politeknik Pertanian Negeri Kupang dengan peternakan sapi di Amarasi, Kabupaten Kupang. Bahan-bahan yang digunakan juga sederhana seperti daun Lamtoro, marungga dan semuanya tersedia dan melimpah di NTT. 

Menurut Aholiab riset ini selain melibatkan mahasiswa khususnya dari Program Studi Teknologi Pakan Ternak dan Program Studi Pengelolaan Agribisnis sebagai bagian dari pembelajaran mereka, ia juga melibatkan 4 orang dosen lainnya  dengan latar belakang pendidikan masing-masing sehingga mereka juga mampu memproduksi komponen hingga merakit mesin produksi pakan ternak berupa pelet.

“Uji coba pakan dengan menggunakan pelet ini baru dilakukan di Kecamatan Amarasi melalui Program Matching Fund dari Ditjen Pendidikan Vokasi ada kerjasaam antara mitra dari Politeknik Pertanian Negeri Kupang dengan peternakan sapi. 

Dari Ditjen menyediakan mesin pelet, kemudian mesin pelet kita rancang lagi.  Kami ada 5 orang anggota tim dengan tugas dengan latar belakang pendidikan masing-masing. Saya bertanggung jawab untuk pakan ternak, Pak Ferdi Fallo di bidang sosial ekonomi, dan Pak Goris Batafor khusus kegiatan perdagangan antar-pulau, ada Pak Musa Banunaek untuk penyuluhan yang memberikan pemahaman kepada peternak sapi untuk mengadopsi teknologi pelet ini, sedangkan Pak Jemseng Abineno, di bagian mekanisasi pertanian. 

Dia yang bertanggung jawab memproduksi komponen hingga merakit mesin produksi pakan ternak pelet. Kegiatan itu juga merupakan bagian dari pembelajaran mahasiswa karena kita ada mata kuliah mekanisasi pertanian yang belajar tentang produksi alat-alat pertanian," jelas Aholiab.

Ia mengakui meskipun hasil dari uji coba menggunakan pakan pelet perubahan bobot sapi data lengkapnya belum diperoleh karena keterlambatan dalam proses produksi pelet. Namun dalam waktu singkat dari hasil uji coba dilapangan selama 5 hari menggunakan ransum formola pakan pelet, bobot sapi mengalami peningkatan yang signifikan jika dibandingkan dengan menggunakan pakan jerami jagung dan lamtoro. Hasil riset ini mendapatkan respon positif dari kelompok ternak di Kecamatan Amarasi Kabupaten Kupang.

"Kemarin kita melibatkan 10 orang mahasiswa dari Program Studi Teknologi Pakan Ternak  (TPT) dan 13 orang dari Prodi Pengelolaan Agribisnis turun ke sana pelihara sapi ini tapi karena pelet belum ada mereka menggunakan pola peternakan biasa dengan pola pemberian pakan jerami jagung dan lamtoro kemudian 5 hari terakhir baru gunakan pelet sehingga bobot badan pengiriman itu menggunakan gabungan antara jerami pola biasa dan menggunakan pelet sehingga belum bisa dipastikan data pastinya akan diketahui setelah uji coba berat bobot sapi setelah selesai proses pengiriman antar pulau," kata Aholiab.

Lebih lanjut Ia menjelaskan sistem uji coba pola pemberian pakan yang dilakukan bersama mitra peternak sapi di Kabupaten Kupang diberlakukan untuk 28 ekor sapi yang dibagi dalam 4 kelompok sapi. Dari hasil uji coba itu terjadi perbedaan drastis bobot sapi  jika dibandingkan dengan  kelompok sapi yang diberikan pakan konvensional dan kelompok sapi yang diberikan pakan berupa pelet.

"Kalau yang diuji coba bersama mitra peternakan ada 28 ekor untuk memenuhi syarat kaidah ilmiah, jadi ada 4 perlakuan dan 7 ulangan. Kami rencana awal 5 perlakukan 10 ulangan sehingga sapi yang digunakan 50 ekor hanya disesuaikan dengan kesiapan sapi mitra, bahwa dari 30 ekor yang disiapkan, kami menggunakan 28 ekor. Jadi 4 perlakukan 7 ulangan.

Perlakukan itu jumlah pelet yang diberikan ada 7 ekor, kelompok pertama kami tidak memberikan pelet, kelompok kedua 7 ekor yang kami berikan  0,5 persen bobot badan, kelompok berikut 7 ekor 1 persen bobot badan, kelompok terakhir 1,5 persen bobot badan. Harapan kami kelompok ke 4 yaitu pemberian pelet 1,5 persen, pertambahan bobot badan akan lebih tinggi. Dengan melihat perkembangan itu para peternak menyarankan jumlahnya ditingkatkan bahkan mereka menyesal kenapa penggunakan pakan ini tidak dimulai sejak awal dengan jumlah yang lebih banyak lagi?, ” pungkasnya.

Setelah melewati uji coba, inovasi ini kemudian akan disosialisasikan kepada pemerintah dan masyarakat setempat. Prospeknya ke depan pakan pelet ini dapat dimanfaatkan oleh peternak  sapi di NTT namun untuk proses awalnya Ia mengatakan masih divokuskan  pada kebutuhan pakan sapi pengiriman antar pulau. 

Ia berharap dengan pemanfaatan teknologi pembuatan pakan konsentrat sapi ini ke depannya dapat membantu peternak di NTT. 

"Harapan kita setelah melakukan uji coba pemanfaatan pakan  pelet ini untuk pengiriman sapi lintas pulau peternak tidak lagi alami kerugian akibat penyusutan bobot sapi kita harapkan tetap bahkan bobot sapi bertambah," harapnya.***

 

 

Editor: Alfridus Ciompah

Tags

Terkini

Terpopuler