Pelaksanaan Restorative Justice tersebut merupakan tindaklanjut dari persetujuan RJ yang diberikan oleh Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Kejaksaan Agung R.I yang diwakili oleh Direktur TP.OHARDA Jaksa Agung Muda Pidana Umum Kejaksaan Agung R.I, dan Plt.Kepala Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Timur, Riono Budisantoso, S.H., M.A., melalui sarana video conference pada hari Selasa tanggal 26 Februari 2024.
Kepala Kejaksaan Negeri Belu, Samiaji Zakaria, S.H., M.H., menyampaikan Restorative Justice yang dilakukan saat ini merupakan perkara ke 2 (dua) yang di RJ kan.
Baca Juga: Harga Cabai di Pasar Baru Kefamenanu TTU Merosot Drastis
Pelaksanaan Restorative Justice ini diberikan penghentian penuntutan dengan alasan: Tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana.
Tindak pidana hanya diancam dengan pidana penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun, telah ada kesepakatan perdamaian antara Korban dan Tersangka.
"Pihak Korban memaafkan perbuatan yang telah dilakukan Tersangka dan telah ada pemulihan hak-hak korban berdasarkan Peraturan Kejaksaan Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif," ujar Kajari Belu.
Baca Juga: Ramalan Zodiak Pisces Hari Jumat 1 Maret 2024
Selanjutnya Kajari Belu juga menyampaikan Restorative Justice ini merupakan komitmen Kejaksaan Negeri Belu untuk terus berinovasi dalam menjalankan tugasnya.
Sekaligus lanjut Kajari, membuka peluang untuk pemahaman lebih mendalam tentang pendekatan hukum alternatif yang dapat memberikan solusi yang lebih berkelanjutan dalam penyelesaian perkara.
"Karena tidak semua perkara harus diselesaikan melalui jalur litigasi/penal," tukasnya.