Seorang Mahasiswa Menyandang Gelar S 1 Dengan 17 SKS,GMNI SBD : Kuliah Abal-abal

26 Juli 2022, 16:21 WIB
Ilustrasi Wisuda / Pixabay /

 

Realitasttu.com - Viral di media salah satu Mahasiswa Menyandang gelar Strata satu (S 1) hanya dengan mengikuti perkuliahan sebanyak 17 Satuan Kredit Semester (SKS).

Proses perkuliahan yang sangat singkat ini mendapat respon dari Organisasi Gerakan Mahasiswa Nasional (GMNI) Sumba Barat Daya.

Menurut GMNI, proses perkuliahan yang hanya menghabiskan 17 SKS oleh Wisudawan Yohanis Rehi yang saat ini menjabat sebagai Kepala Desa Kahale, Kecamatan Kodi Balaghar, Sumba Barat Daya, NTT merupakan suatu proses yang abal-abal.

Baca Juga: Salah Satu Pendiri Google, Sergey Brin Memutuskan Untuk Menarik Investasinya dari Perusahaan Elon Musk

Ia memperoleh gelar S 1 Pendidikan Agama Kristen di salah satu perguruan tinggi di Yogyakarta.

Hal ini mendapatkan respon dari kalangan Mahasiswa yang tergabung dalam Organisasi GMNI.

Pasalnya, menurut mereka proses perkuliahan tidak semudah seperti yang dilalui oleh Kades Kahale.

Baca Juga: Penembakan Istri TNI Diduga Suami Aktor Utamanya, Bayar Ratusan Juta

Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) GMNI Sumba Barat Daya, Tobias Talu menilai proses perkuliahan yang hanya menempuh 17 SKS merupakan proses yang abal-abalan.

Ia menyebut pernyataan itu sebagai bentuk penipuan kepada masyarakat.

Pasalnya, menurut Tobias merujuk dari permendikbud, minimal jumlah SKS yang telah ditempuh oleh seorang Mahasiswa Strata Satu (S1) minimal 144 SKS.

Baca Juga: Autopsi Ulang Brigadir J, Tim Mabes Polri Berangkat ke Jambi

Dengan demikian, pernyataan Kades Kahale tidak dibenarkan yang hanya menempuh 17 SKS.

"Ini proses perkuliahan yang abal-abalan, tidak bisa dibenarkan, ini penipuan kepada publik. Dan ini juga menjadi pertanyaan besar bagi kampus yg mengesahkan sebagai sarjana, perlu dipertanyakan keabsahan kampus tersebut,” tegas Tobias dikutip Realitasttu.com dari NTT-News.com

Tobias menyayangkan sikap seorang pemimpin yang menggelontarkan pernyataan yang tidak sesuai proses perkuliahan pada umumnya.

Baca Juga: Bupati TTU Melantik Para Penjabat Desa

Jangan sampai, kata Tobias, dunia pendidikan di anggap sebagi formalitas saja.

Dengan adanya pernyataan itu, semua orang akan beranggap bahwa untuk memperoleh gelar sarjana sangatlah mudah.

"Masyarakat akan beranggap, biar tidak mengikuti kegiatan belajar mengajarnya tetapi bisa mendapatkan ijasah yang sah. Jangan sampai ada masyarakat juga menganggap, ada uang ada ijasah," tuturnya.

Tobias mencontohkan dirinya yang melalui proses perkuliahan yang tidak mudah prosesnya.

Bahkan, Tobias mengaku menempuh seratus lebih SKS untuk mendapatkan gelar sarjana pendidikan.

Baca Juga: Pihak Kepolisian Telah Menetapkan Tersangka Penyelewengan Dana ACT

Sebagai sarjana pendidikan, Tobias menerangkan ada beberapa tahap yang menjadi matakuliah pra-syarat sebelum yudisium.

Diantaranya, mengikuti Microteaching, PPL, KKN, mengerjakan Proposal dan Skripsi. Tentunya, tahap itu tidaklah mudah bagi Mahasiswa untuk melaluinya.

"Pada umumnya, Mahasiswa menempuh seratus lebih SKS, walaupun Mahasiswa mengambil mata kuliah semester atas karena skil dalam menyelesaikannya, SKS itu tetap dihitung, sehingga bisa jumlah pemerolehan Indeks Prestasi Komulatif (IPK)," jelasnya.

Pada kesempatan itu ia meminta pemerintah Kabupaten Sumba Barat Daya lewat instansi terkait, agar memastikan legalitas ijasah kades tersebut serta kades kahale dapat mengklarifikasi pernyataan secara terbuka.

Baca Juga: Anak Berusia 12 Tahun Bertahan Hidup Dengan Peralatan Medis di Rumah Sakit Royal London

Selain itu, seorang Mahasiswa di Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang, Fakultas kesehatan Masyarakat, Agustinus Milla Ate mengaku heran atas proses yang hanya menempuh 17 SKS lalu diwisudakan.

Agustinus mengaku, dirinya harus menyelesaikan 144 SKS untuk mengantongi Surat Keterangan (SK) Yudisium. Dengan demikian, Mahasiswa baru dipastikan layak mendapat penambahan gelar.

"Ini aneh, kuliah macam apa ini? masa 17 SKS dapat gelar S.Pd? ini penipuan, masyarakat harus diedukasi dengan baik, jangan sampai terpengaruh dengan proses yang tidak benar itu, " katanya.

Baca Juga: Horoskop Libra Hari Selasa, 26 Juli 2022

Walaupun proses perkuliahan daring, Agustinus menegaskan, jumlah SKS tidak akan berubah.

Dirinya menduga, proses perkuliahan itu hanya fiktif belaka. Sebab, banyak kampus bodong yang mewisudakan Mahasiswa dengan menyiapkan jumlah uang. Padahal tidak melakukan proses perkuliahan.

"Bisa saja kita menduga, ketika seseorang menyampaikan salah tentang proses itu tidak mengetahui proses kuliah yang sebenarnya. Pasti akan jawab saja, yang penting ada ijasah sarjana," sebutnya.

Ia berharap, Kades Kahale segera klarifikasi pernyataannya, meskipun dibenarkan bahwa 17 SKS, perlu penjelasan secara detail. Sehingga publik tidak menduga-duga atas persoalan tersebut.

Hingga berita ini ditayangkan, Kades Kahale, Yohanis Kaka belum memberi tanggapan setelah dihubungi wartawan NTT-News.com via whatshap.***

 

 

 

 

Editor: Alfridus Ciompah

Sumber: NTT-News.com

Tags

Terkini

Terpopuler