Putuskan Pemilu Ditunda, DEEP : PN Jakpus Melawan Hukum Konstitusi

6 Maret 2023, 10:55 WIB
Ilustrasi Pemilu 2024 /Nurmawati Ikromah/Wartasidorjo.com

 

Realitasttu.com - Keputusan untuk menunda pemilu tahun 2024 ke tahun 2025 oleh Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat (Jakpus) ditanggapi banyak pihak.

Kali ini tanggapan dari Direktur Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP), Neni Nur Hayati.

Menurut Neni Nur Hayati putusan penundaan pemilu oleh PN Jakpus merupakan keputusan yang melawan hukum Konstitusi.

Baca Juga: Dinilai Batasi Hak Rakyat Untuk Berdemokrasi, GMNI Desak Pemda dan DPRD Anulir Aturan Pilkades

Pasalnya, pernyataan yang diungkap PN Jakarta Pusat beberapa waktu lalu dianggap tidak mengindahkan hukum pagelaran pemilu yang seharusnya dilakukan setiap lima tahun sekali.

Neni menyebut PN Jakarta Pusat seperti tidak paham konstitusi.

“Sudah jelas dalam Pasal 22E ayat 1 UUD NRI 1945 disebutkan bahwa pemilu digelar secara berdalam dalam lima tahun sekali. PN seolah tidak paham konstitusi,” ujar Neni dalam keterangan tertulis dikutip Realitasttu.com dari Pikiran-Rakyat melansir dari Antara.

Baca Juga: Bansos PKH dan BPNT Segera Cair, Ini Jadwal dan Jalur Pencairannya

Neni juga menjelaskan terkait pasal penundaan pemilu yang hanya bisa dilakukan di daerah-daerah tertentu saja yang mengalami masalah tertentu, seperti risiko kerusuhan, bencana alam, gangguan keamanan, maupun gangguan lainnya.

Neni menyebut hal ini sudah dijelaskan dalam Pasal 431 ayat 1 dan 2 Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu).

"Frasa dalam UU pemilu sudah sangat jelas, pemilu dapat dihentikan apabila terjadi kerusuhan, gangguan keamanan, bencana alam, atau gangguan lainnya," ujar Neni.

Neni juga menyinggung keterlibatan PN Jakarta Pusat dalam sengketa masalah administrasi partai politik pada sub tahapan pemilu seharusnya diajukan ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) atau Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

Baca Juga: Tim Puslabfor Polri Akan Lakukan Investigasi Penyebab Kebakaran Pertamina Plumpang

"Sejak kapan PN memiliki kewenangan untuk menghentikan proses pemilu secara nasional dan dengan begitu saja mengubah jadwal pemilu?," ujar Neni.

Pernyataan Neni ini juga sejalan dengan yang dituturkan oleh Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan HAM (Menko Polhukam) Mahfud MD melalui akun Instagram pribadinya.

Mahfud menilai pernyataan yang disampaikan oleh PN hanya sensasi yang berlebihan untuk menciptakan kontroversi.

"Itu pakemnya. Tak ada kompetensinya Pengadilan Umum. Perbuatan Melawan Hukum secara perdata tak bisa dijadikan obyek terhadap KPU dalam pelaksanaan pemilu," tulis Mahfud MD dalam unggahannya.

Baca Juga: Curah Hujan Tinggi, Jalan Batas Negara Terancam Putus

Sejalan dengan Neni, Mahfud meminta KPU untuk melawan dan melakukan banding. Sebab putusan dari PN Jakarta Pusat sudah jelas melanggar hukum dan konstitusi negara.

Sebelumnya, PN Jakpus pada Kamis, 2 Maret 2023, mengabulkan permintaan gugatan salah satu partai politik, Partai Prima untuk tidak melanjutkan sisa tahapan Pemilu 2024 sejak awal hingga lebih kurang 2 tahun 4 bulan 7 hari.

"Menghukum tergugat (KPU) untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilihan Umum 2024 sejak putusan ini diucapkan dan melaksanakan tahapan pemilu dari awal selama lebih kurang 2 tahun 4 bulan 7 hari," ucap hakim PN Jakarta Pusat diketuai oleh Oyong dikutip oleh Pikiran-Rakyat dari Antara.

Gugatan ini dilayangkan oleh Partai Prima karena ada gangguan sistem pada Sistem Informasi Partai Politik (Sipol) saat Partai Prima melakukan pendaftaran administratif.

Baca Juga: Horoskop Cancer Hari Kamis, 2 Maret 2023

Hal ini menyebabkan Partai Prima tidak dapat melanjutkan pendaftaran dan KPU menetapkan Partai Prima berstatus Tidak Memenuhi Syarat (TMS).

Menilai hal tersebut terjadi akibat faktor kualitas prasarana KPU, Partai Prima kemudian menggugat KPU untuk tidak melanjutkan proses Pemilu. Hal ini kemudian dikabulkan oleh PN Jakarta Pusat.***

 

 

 

 

Editor: Alfridus Ciompah

Sumber: Pikiran Rakyat

Tags

Terkini

Terpopuler